TNI AU akan menerima penambahan kekuatan baru atas kedatangan pesawat tempur Sukhoi buatan Rusia dan T-50 buatan Korea Selatan. "Dalam program renstra pertama lima tahunan, TNI AU mendatangkan alutsista, tahun ini TNI AU akan kedatangan pesawat T-50 dari Korea dan pesawat Sukhoi dari Rusia," kata KSAU.
Selain itu, lanjut KSAU, TNI AU juga akan menerima pesawat tempur jenis Super Tucano secara bertahap dan F-16 dari Amerika yang diharapkan pertengahan 2014 datang empat unit dan sudah ditingkatkan kemampuannya.
Menurut KSAU, kedatangan pesawat Sukhoi dan T-50 merupakan bagian dari program rencana strategis (Renstra) lima tahunan. "Dengan adanya penambahan pesawat tempur itu akan menambah kekuatan alat utama sistem senjata TNI AU," kata dia.
Terkait pesawat tempur F-5, KSAU mengatakan TNI AU tetap menggunakan, namun perlu ditingkatkan kemampuannya
"Sesuai program kerja strategis, pesawat F-5 masih efektif di up-grade lagi untuk digunakan, karena negara lain masih banyak yang menggunakan seperti Singapura."
"Selain itu TNI AU juga akan mendapat tambahan F-5 dari pemerintah Korea Selatan yang merupakan komplemen dari pembelian pesawat T-50," kata KSAU.
(Suara Karya)
* TNI AU akan menerima penambahan kekuatan baru atas kedatangan pesawat tempur Sukhoi buatan Rusia dan T-50 buatan Korea Selatan. "Dalam program renstra pertama lima tahunan, TNI AU mendatangkan alutsista, tahun ini TNI AU akan kedatangan pesawat T-50 dari Korea dan pesawat Sukhoi dari Rusia," kata KSAU.
Selain itu, lanjut KSAU, TNI AU juga akan menerima pesawat tempur jenis Super Tucano secara bertahap dan F-16 dari Amerika yang diharapkan pertengahan 2014 datang empat unit dan sudah ditingkatkan kemampuannya.
Menurut KSAU, kedatangan pesawat Sukhoi dan T-50 merupakan bagian dari program rencana strategis (Renstra) lima tahunan. "Dengan adanya penambahan pesawat tempur itu akan menambah kekuatan alat utama sistem senjata TNI AU," kata dia.
Terkait pesawat tempur F-5, KSAU mengatakan TNI AU tetap menggunakan, namun perlu ditingkatkan kemampuannya
"Sesuai program kerja strategis, pesawat F-5 masih efektif di up-grade lagi untuk digunakan, karena negara lain masih banyak yang menggunakan seperti Singapura."
"Selain itu TNI AU juga akan mendapat tambahan F-5 dari pemerintah Korea Selatan yang merupakan komplemen dari pembelian pesawat T-50," kata KSAU.
(JKGR):(DM) - Pernyataan KSAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo bahwa TNI AD akan membeli 20 helikopter UH-60 Black Hawk, menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat. Apakah rencana pembelian 8 helikopter serang AH 64 (AH= Attack Helicopter) Apache ditukar dengan 20 Helikopter UH-60 (UH= Utility Helicopter) Back Hawk ?
Jika mendengarkan penjelasan KSAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo di Mabesad beberapa waktu lalu, penggantian Apache dengan Black Hawk agaknya jauh dari kenyataan, walau bukan mustahil. Menurut KSAD, jika dana tidak mencukupi maka pembelian Apache AH 64 dialihkan ke Super Cobra AH-1W atau Black Hawk UH-60 yang dipersenjatai.
Namun KSAD memberikan catatan, pada intinya TNI AD menginginkan Apache dan akan memperjuangkannya di Komisi 1 DPR. Alasannya adalah military balance di kawasan. Lebih dari itu KSAD juga memegang prinsip, lebih baik memiliki sedikit senjata tapi mematikan daripada banyak namun loyo. TNI AD menginginkan persenjataan terbaik di kelasnya. Hal ini baru rencana di Angkatan Darat. Namun gayung bersambut, Menteri Luar Negeri AS kala itu Hilary Clinton menyampaikan rencana pembelian 8 Apache AH-64D Longbow blok 3 oleh Indonesia ke Kongres AS dan disetujui.
Tiba-tiba Selasa 12 Februari 2013 Juru Bicara Kementerian Pertahanan, Brigadir Jenderal Bambang Hartawan mengatakan, rencana pembelian helikopter Black Hawk menjadi alternatif jika negosiasi harga heli Apache menemui jalan buntu. Yang membingungkan adalah mengapa jika heli serang Apache gagal didapat, alternatifnya jatuh ke heli angkut Black Hawk UH-60 ?.
Kendala Helikopter Serang
Banyak militer di dunia memang menginginkan helikopter serang seperti Apache AH 64, namun harga dan pemeliharaan yang mahal membuat mereka menjadi berpikir ulang. Sementara medan pertempuran tidak selalu masif yang harus menghancurkan ratusan tank dalam waktu bersamaan. Teknologi juga terus berkembang. Akibatnya munculah pertanyaan, apakah helikopter serang ringan atau multirole tidak bisa menangani situasi seperti itu, karena helikopter serbu ringan atau multi role memiliki harga dan biaya operasional yang lebih murah.
Ditambah lagi, semua helikopter membutuhkan biaya pemeliharaan yang mahal karena terkait dengan rebuild engine dan rotor secara berkala, maka akan efektif bila membeli satu tipe helikopter. Biasanya, pilihan jatuh ke helikopter serbu ringan atau multi-role.
Metamorfosa Heli Serang Ringan
Selain Apache AH 64, Amerika Serikat juga memiliki heli serang AH-1Z Viper, namun cikal bakalnya berasal dari helikopter angkut pasukan UH-1 Huey. Pada tahun 1967 Angkatan Darat AS mengembangkan helikopter serang ringan dengan mengadopsi turboshaft engine, transmisi dan sistem rotor dari UH-1 Huey. Helikopter serang ringan single engine yang diberinama AH 1G dan banyak terlibat dalam operasi militer di Vietnam.
Marinir AS tertarik dengan AH-1G namun meminta performanya ditingkatkan karena helikopter single engine dianggap berbahaya untuk operasi di laut. Tahun 1968 munculah varian baru dengan twin engine yang diberinama AH 1J Sea Cobra. Senjatanya pun dimodernisasi dengan senjata mesin gatling 3 dan 6 laras (M-61 Vulcan).
Helikopter ini terus dikembangkan hingga pada tahun 1980 muncul AH 1T dilengkapi sistem kontrol penembakan rudal AIM-9 Sidewinder dan AGM-114 Hellfire. Heli ini terus dimodifikasi dengan membuat baling baling komposit dengan sistem rotor yang baru dan diberinama AH 1W Super Cobra. Helikopter dengan 4 baling baling komposit ini mampu menekan kebisingan dan tidak cepat rusak.
Angkatan Darat AS juga meningkatkan performa heli angkut pasukan UH 1 Huey tersebut dengan membangun UH 60 Black Hawk Sikorsky dengan spesifikasi: empat baling-baling, twine engine, daya angkut lebih besar dan menjadi helikopter serbaguna.
Sementara di jajaran helikopter Serang, Angkatan Darat AS mengembangkan Apache AH 64.
Pada pertengahan tahun 1990-an, keinginan Marinir untuk mendapatkan helikopter Apache versi marine ditolak oleh pemerintah AS karena disain AH 64 versi Marinir akan sangat mahal dan penggunanya pun hanya Marinir AS.
Akibatnya pada tahun 1996 korps Marinir AS memutuskan untuk meningkatkan performa AH-1W Super Cobra menjadi AH-1Z Viper. Helikopter AH-1Z Viper memiliki dua wing stub yang di-redisign menjadi lebih panjang agar dapat mengangkut senjata lebih banyak yakni: rudal AIM-9 Sidewinder. 2 unit Hydra rocket pods 70 mm atau AGM-114 Hellfire quad missile launcher. Radar Longbow pun bisa dipasang di wing tip station.
Angkatan Darat AS juga terus memodernisasi UH 60 Black Hawk sehingga bisa mengangkut roket hydra 70 atau 16 Hellfire II Anti tank serta dilengkapi dengan senjata mesin M240G 7,62. Sistem avionik dan elektroniknya juga ditingkatkan, namun AS tetap saja memberlakukan UH 60 sebagai helikopter taktis pengangkut pasukan. Persenjataan yang dibawa lebih untuk pertahanan diri.
Dari sejarahnya itu maka tidak heran bentuk dasar AH-1Z memiliki kesamaan dengan UH-60 Black Hawk. Lain halnya dengan helikopter Serbu AH 64 Longbow yang lahir merujuk kepada teknologi helikopter Comanche RAH 66 yang sudah digitalisasi tahun 1990-an, sehingga bentuknya pun mengalami perubahan radikal.
Melihat sejarahnya tersebut, AH 1Z Viper dengan segala model upgrade-nya masih di bawah generasi Apache AH 64 D. Apache memiliki airframe yang telah matang (sempurna). Sementara AH 1Z Viper kemungkinan menjadi varian terakhir dari keluarga helikopter Huey setelah 40 tahun mengudara dan masa produksinya akan berakhir tahun 2030. Sementara AH 64 Apache yang muncul di tahun 1990-an masih memiliki masa hidup yang panjang, begitu pula dengan perkembangan sistem elektronik dan senjatanya.
Untuk urusan persenjataan, Super Cobra AH 1Z Viper mampu mengangkat seluruh persenjataan yang dimiliki oleh Apache, namun tetap saja lemah di bidang proteksi. Apache mampu menahan tembakan beruntun dari anti-aircraft guns kaliber 23 mm, sementara AH-1Z Viper tidak bisa. AH 1 Z yang terus dikembangkan juga masih memiliki banyak bugs antara lain terkait: getaran dan handeling karena basic air framenya teknologi tua.
Dari kondisi tersebut tergambar teknologi Apache AH 64 lebih unggul dari AH-1Z Viper. Helikopter AH 1Z Viper atau AH 1 W Super Cobra menjadi alternatif karena biaya operasinya lebih murah. Perawatannya pun tidak sesulit Apache dan bisa ditangani oleh negera pembeli.
Misi Helikopter
Apache biasanya digunakan Amerika Serikat untuk operasi khusus, operasi pembuka serangan serta deep attack. Sementara AH-1Z Viper atau AH 1W Super Cobra untuk operasi pertempuran reguler maupun kawal pasukan di darat. Namun persoalannya helikopter ini akan berhenti berproduksi 17 tahun lagi.
Bagaimana dengan Helikopter Serba Guna UH-60 Black Hawk (S-70 versi eksport) ?. Tentu helikopter ini tidak bisa dibandingkan dengan Apache maupun AH 1Z Viper, karena peruntukanya memang berbeda. Namun teknologi terus berkembang dan para produsen helikopter tidak pernah kehilangan akal. Kini Sirkorsky telah melengkapi UH 60 Black Hawk dengan kemampuan reconnaissance maupun serbu dan diberinama S-70 Battlehawk.
S-70 Battlehawk muncul menjembatani keinginan user untuk memiliki helikopter serang namun biaya dan perawatan yang murah dan bisa digunakan untuk berbagai misi.
Persenjataan S-70 Battlehawk:
50 caliber machine guns , 7.62 caliber machine guns , 7/12/ 19 pod 70 mm rocket launchers, Air-to-ground laser missile system provisions, Helmet-mounted sight, Internal Auxiliary Fuel (200/400 gallon capacity), External Gun Mounting System, External Stores Weapon System.
Rencana pembelian Apache AH-64 digantikan dengan S-70 Battlehawk akan sempurna jika gap antara Apache dan Battlehawk, ditutupi dengan pembelian unmanned combat air vehicle (UCAV) di kemudian hari.
TARAKAN:(DM) - | PRAJURIT TNI AU melaksanakan rangkaian kegiatan latihan dalam Operasi Tameng Petir dan Latihan Cakra di Pangkalan Udara Tarakan, Jumat (15/2).Dalam latihan diskenariokan pelaksanaan force Down oleh satu flight Hawk 109/209 terhadap pesawat asing yang melintas di wilayah udara NKRI yang disimulasikan pesawat Boeing 737 dari Skadron 5 Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar.Radar 225 Mamburungan mendeteksi adanya pesawat asing melintas tanpa ijin masuk wilayah Indonesia.
Pesawat asing itu kemudian dilaporkan kepada Komando atas. Tidak berselang lama Komando atas memerintahkan untuk mengidentifikasi jenis pesawat dan tujuan memasuki wilayah Indonesia.Dengan sigap pilot pesawat tempur Hawk melaksanakan take off menuju sasaran. Sempat melakukan komunikasi dengan crew pesawat asing agar segera keluar (pengusiran) meninggalkan wilayah Indonesia.
Namun crew pesawat tanpa ijin ini tidak mengindahkan peringatan yang di berikan. Dengan terpaksa pesawat asing diminta untuk mendarat di Pangkalan TNI AU Tarakan. Setelah mendarat, pasukan yang telah bersiap di appron langsung melakukan pemeriksaan dan pengamanan terhadap crew untuk diinterogasi.
“Latihan simulasi force down ini untuk menjaga kesiapan TNI AU khususnya Lanud Tarakan dalam menghadapi force down yang sesunggunhnya. Pelaksanaan force down seperti ini tidak mustahil terjadi di Tarakan. Semoga dengan latihan seperti dapat meminimalisir pelanggaran wilayah udara khususnya di daerah perbatasan,” kata Komandan Lanud Tarakan, Letkol Pnb Bambang Juniar D di sela-sela latihan seperti dilansir dalam siaran pers Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Dispenau) yang diterima Jurnal Nasional, Jumat (15/2).
Selama kurang lebih seminggu ini, langit kota Tarakan diwarnai dengan atraksi pesawat tempur Hawk 109/209 dari Skadron 1 Pontianak dalam rangka Operasi Tameng Petir dan Latihan Cakra. Pemandangan ini menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat Kota Tarakan.
Anggaran militer Singapura hampir dua kali lipat dari para tetangganya
JAKARTA:(DM) - Tidak hanya Indonesia yang tengah giat memperkuat alat utama sistem persenjataan. Tetangga-tetangganya di Asia Tenggara pun belakangan ini mempercanggih persenjataan mereka.
Menurut kantor berita Reuters, dengan bersumber dari sejumlah lembaga pengamat, setidaknya ada tiga negara ASEAN yang tengah memperkuat Alutsista. Indonesia sedang membeli sejumlah unit kapal selam dari Korea Selatan dan sistem radar maritim dari China dan AS. Vietnam pun menambah kapal selam dan jet tempur Rusia.
Singapura tak ketinggalan. Negeri mungil itu berstatus importir senjata terbesar kelima di dunia dan terus menambah persenjataan yang canggih. Mengantisipasi pengembangan kekuatan militer China dan juga didukung pertumbuhan ekonomi yang sedang pesat, negara-negara Asia Tenggara lagi jor-joran membelanjakan anggaran militer demi memperkuat jalur pelayaran, pelabuhan, dan batas-batas maritim yang vital bagi aliran ekspor dan energi.
Menurut kalangan pengamat, sengketa wilayah di Laut China Selatan - yang mengandung sumber minyak dan gas alam melimpah - membuat Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei harus antisipasi atas pengembangan kapabilitas militer China, yang turut berkepentingan atas perairan itu.
Bahkan negara-negara yang jauh dari pertikaian itu, seperti Indonesia, Thailand, dan Singapura, turut merasa perlu memperkuat keamanan maritim masing-masing dengan menambah kemampuan alutsista.
"Pembangunan ekonomi telah mendorong mereka menyisihkan sebagian anggaran untuk pertahanan demi melindungi investasi, jalur laut, dan zona ekonomi eksklusif," kata James Hardy, editor IHS Jane's Defence Weekly untuk kawasan Asia Pasifik. "Tren terbesar adalah penguatan di kawasan pantai dan pemantauan serta patroli maritim," lanjut Hardy.
Data dari lembaga Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menunjukkan bahwa, saat ekonomi mereka meningkat pesat, belanja pertahanan negara-negara Asia Tenggara rata-rata naik 42 persen dari 2002 hingga 2011.
Singapura Terkaya
Sebagian besar alutsista yang mereka beli adalah kapal perang, kapal patroli, sistem radar, dan pesawat tempur. Mereka juga membeli kapal selam dan rudal anti kapal, yang efektif dalam melindungi jalur laut.
Selama berpuluh-puluh tahun, terutama selama Perang Dingin, banyak negara di Asia Tenggara sedikit yang berbelanja alutsista, dan rata-rata hanya membeli meriam dan tank kecil. Sebagian besar ancaman mereka saat itu bersifat internal, lagipula AS bertindak sebagai payung keamanan dari ancaman pihak luar.
Namun, seiring perkembangan situasi, orientasi belanja militer di kawasan ini pun berubah. Mereka kini membeli persenjataan canggih. Mengingat mereka adalah negara pesisir, pembelian lebih ditekankan pada pertahanan laut dan udara.
Itulah sebabnya Malaysia belakangan ini punya dua kapal selam canggih Scorpene dan Vietnam membeli enam kapal selam kelas Kilo dari Rusia. Thailand pun berencana membeli sejumlah kapal selam dan pesawat militer Gripen dari perusahaan Swedia, Saab AB. Pesawat tempur ini akan dipersenjatai rudal anti kapal RBS-15F buatan Saab, ungkap lembaga International Institute for Strategic Studies (IISS).
Singapura telah memesan jet tempur F-15SG dari Boeing Co. di AS dan dua kapal selam kelas Archer dari Swedia untuk menambah armada mereka. Sebelumnya, negara-kota itu sudah punya empat unit kapal selam Challenger.
Walau negerinya kecil, Singapura punya kocek melimpah untuk membeli alutsista canggih. Menurut IISS, Singapura pada 2011 memiliki anggaran pertahanan sebesar US$ 9,66 miliar. Jumlahnya hampir dua kali lipat dari tetangga-tetangganya, yaitu Thailand (US$ 5,52 miliar), Indonesia (US$ 5,42 miliar), Malaysia (US$ 4,54 miliar), dan Vietnam (US$ 2,66 miliar), ungkap IISS.
Sebagai negara kepulauan yang bergaris pantai sepanjang 54.700 km, Indonesia baru punya dua kapal selam. Kini Indonesia sudah pesan tiga unit baru dari Korea Selatan. Negara ini juga bekerjasama dengan China untuk memproduksi rudal anti kapal C-705 dan C-802 setelah menggelar ujicoba penembakan rudal Yakhont buatan Rusia pada 2011.
Menteri Pertahanan Inggris Philip Hammond berkunjung ke Indonesia tanggal 15-16 Januari 2013. Bahasa diplomasinya adalah untuk mempererat dan memperkuat hubungan pertemanan kedua negara. Bahasa sanjungannya adalah sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan pengaruhnya yang kuat di ASEAN, Inggris sangat patut memperhatikan dan menjadikan RI sebagai mitra pentingnya.
Namanya juga berkunjung pasti ada maunya, lalu keluarlah press release seperti diatas untuk memberikan rasa suka pada tuan rumah. Ya tuan rumah memang sedang digandrungi dan dirayu oleh sejumlah negara produsen alutsista dunia untuk membeli sejumlah alutsista buatan mereka. Maklum kucuran dana untuk modernisasi alutsista TNI sangat menggiurkan para semut-semut itu untuk mencicipi madu duit alutsista RI.
Mata kuliah penting dari sejarah pertemanan dengan negeri mama Eli ini adalah mengambil sikap berhati-hati, tidak mudah terjebak rayuan dalam penawaran teknologi terkini yang diusung persenjataan negeri itu. Setidaknya jika memang kita hendak membeli sejumlah alutsista made in Britain pelajari dulu pasal demi pasal secara cerdas. Jika ada pasal yang mengatur pengggunaan alutsista untuk urusan dalam negeri atau digunakan untuk berkelahi dengan tetangga sebelah tidak boleh digunakan, ya ditolak saja karena itu berarti sudah mencampuri urusan dalam negeri kita. Lagian barangnya kan sudah dibeli, ya suka-suka gua dong mau digunakan untuk apa termasuk untuk perang sama jiran yang pongah.
Sejarah pengiriman Hawk200 batch terakhir tahun 1999 sangat mengecewakan. Pesawat tempur itu ditinggalkan pilotnya di Bangkok Thailand karena di tengah perjalanan ferry London-Jakarta keluar keputusan Pemerintah Inggris mengembargo senjata ke RI karena masalah Timor Leste. Lalu ketika dilakukan operasi militer di Aceh tahun 2003 Tank Scorpion dan Hawk 200 dilarang digunakan. Ini sangat menyakitkan. Makanya kita mengusulkan dalam setiap perjanjian jual beli senjata dengan Inggris atau negara lain yang suka usil dan mendikte RI dimasukkan satu pasal sebelum pasal penutup yaitu pasal yang berbunyi: dilarang melarang.
Kunjungan Menhan Inggris merupakan lanjutan dari kunjungan Presiden SBY ke Inggris tanggal 30 Oktober sampai dengan 3 Nopember 2012 yang dijamu secara istimewa oleh mama Eli dan keluarga kerajaan Inggris termasuk memperoleh gelar kebangsaan. Dibalik sambutan yang istimewa itu tentu peribahasa tidak ada makan siang gratis menjadi panutannya. Inggris memang sedang melakukan langkah diplomatik yang intens untuk membujuk Indonesia membeli alutsista mereka.
Rasanya kalau hanya untuk memuluskan penjualan 3 light fregat “Nachoda Ragam Class” atau perbaikan 10 F16 AB TNI AU atau rudal Starstreak kok belum sesuai dengan bobot kunjungan itu. Baru terasa gemanya jika yang dibawa dalam daftar penawaran itu adalah penjualan 24-32 unit jet tempur dan persenjataannya. Jika jet tempur itu jadi dibeli Indonesia, kita menyambutnya dengan senang hati karena ini berarti semakin memperkuat alat pukul kedirgantaraan ruang udara negeri ini yang sangat luas. Meskipun begitu kita juga tidak mengharap jet tempur itu segera datang dalam waktu dekat, bisa saja kedatangannya mulai tahun 2016 dan seterusnya. Mengapa, karena kita tahun ini dan tahun depan akan kedatangan banyak alutsista, untuk TNI AU akan datang 102 pesawat, sebagian diantaranya jet tempur berbagai jenis.
Berandai-andai tentang Typhoon boleh saja kan, meski tetaplah kita berhati-hati dalam pola perjanjian bisnisnya agar sejarah kebodohan kita sendiri itu tidak terulang. Itu sebabnya ketika Pemerintahan Megawati marah dengan ketidakbolehan menggunakan Scorpion dan Hawk di Aceh kemudian ada embargo F16, dia berpaling wajah lalu memesan 4 Sukhoi ke Rusia. Yang lebih hebat lagi barangnya bisa datang setelah 4 bulan dipesan. Ini tidak lebih karena kekecewaan terhadap Barat yang arogan dan Rusia menampung “curhat Ibu” dengan mengistimewakan pesanan 4 Sukhoi walaupun tidak istimewa dalam persenjataan dan avioniknya. Tapi inilah titik balik itu karena setelah 4 Sukhoi itu kita pesan lagi 6 Sukhoi, barangnya sudah datang, lalu pesan lagi 6 Sukhoi dan semua persenjataannya termasuk suku cadang, simulator dan rudal-sudalnya. Tahun ini lengkap 16 biji alias 1 skuadron.
Nah ketika negara lain ramai-ramai menawarkan dan menjual alutsistanya ke RI, Inggris hanya melongo saja karena tak dilirik. Bagaimana mau dilirik wong kita saja banyak dilirik negara lain. Mana sempat. Aktif dong jangan jual mahal, emang ente siapa bung. Akhirnya dia sadar diri lalu mengundang RI-1 ke London dengan sejuta hidangan dan layanan sambil menawarkan sejumlah alutsista canggih. Dan lanjutan cerita jualan itu, datanglah Menhannya yang asli Epping Essex itu. Huss jangan salah baca loh.
Kita berpendapat, terima sajalah tawaran itu dengan catatan pesawat tempur marga Sukhoi tetap diperbanyak. Jadi dalam MEF tahap II 2015-2019 boleh jadi kekuatan kita bertambah dengan 24 jet tempur Sukhoi dan 16 jet tempur Sukhoi SU35. Alamak kalau itu terealisir bangga kali aku sebagai anak bangsa melihat kekuatan dirgantara negeriku yang setara dengan tetangganya sehingga tak ada lagi pelecehan dan umpatan : jelek kali kau ! alutsistamu jadul ! masak mau kau lawan aku !
*****
sumber: http://analisisalutsista.blogspot.com/2013/01/setelah-jamuan-istimewa-itu.html?m=1
REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Sekjen Hizbullah, Sayid Hassan Nasrallah, meremehkan kemungkinan serangan Israel terhadap Lebanon. Ia menuduh laporan media Lebanon serta Arab terlalu berlebih-lebihan.Namun ia memperingatkan negara Yahudi tersebut perlawanan tidak diam saja saat serangan terhadap Lebanon dan wilayahnya datang.
Dalam pidato peringatan para pemimpin Hizbullah yang syahid, Nasrallah membantah tuduhan Bulgaria yang menyebut partainya terlibat dalam serangan mematikan terhadap wisatawan Israel tahun lalu.
"Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dengan cepat menuduh Hizbullah sebagai pelaku serangan tersebut. Tapi Israel tak menyulut perang sebagai reaksi," kata Nasrallah sebagaimana dilaporkan Xinhua, Ahad (17/2).
Pada Juli 2012, lima wisatawan Israel dan seorang supir yang berkebangsaan Bulgaria, tewas dalam pemboman bus di Bandar Udara Burgas di Laut Hitam di Bulgaria. Itu adalah serangan paling mematikan terhadap orang Israel di luar negeri sejak 2004.
Bulgaria belum lama ini secara resmi menuduh Hizbullah sebagai pelaku serangan tersebut, sehingga memicu tekanan baru atas Uni Eropa untuk mengikuti tindakan Kanada, Amerika Serikat dan negara-negara lain yang memasukkan Hizbullah ke dalam kelompok teroris.
Pemerintah Bulgaria menuding dua orang di balik serangan tersebut memegang paspor Australia dan Kanada tapi tinggal di Lebanon dan adalah anggota Hizbullah.
Hizbullah juga dituding bermain di Suriah. Satu pekan sebelumnya, The Washington Post melaporkan Iran dan sekutunya yang berbasis di Lebanon, Hizbullah, berusaha untuk membangun jaringan militer di dalam wilayah Suriah untuk melindungi kepentingan mereka jika Presiden Bashar al-Assad berhasil digulingkan.
Hizbullah: Kami Tidak Butuh Senjata Suriah dan Iran
REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pemimpin Tertinggi Hizbullah, Hassan Nasrallah mengatakan kelompoknya tidak perlu membawa rezim Suriah jika ingin menyerang Israel. Menurutnya, Faksi Syiah terbesar di Lebanon itu tidak punya afiliasi politik apapun dengan rezim di Damaskus. '
''Segala kebutuhan untuk peperangan dengan Israel, kami dapat di Lebanon,'' kata Nasrallah dalam tayangan video yang tersebar seperti dikutip Reuters, dan dilansir laman berita Alarabiyah, Sabtu (16/2).
Nasrallah mengatakan tuduhan Israel tentang afiliasi politik dan persenjataan adalah kebohongan. Pernyataan Nasrallah menjawab pertanyaan Israel mengenai adanya transfer persenjataan berat dari rezim Bashar al-Assad menuju Beirut.
Israel selama ini menuduh adanya pengalihan kekuatan persenjataan milik rezim 12 tahun di Suriah ke tangan Hizbullah. Hal tersebut membuat Otoritas Yahudi di Tel Aviv ketakutan. Militer Israel menghalangi dugaan tersebut.
Bulan lalu, satu skuadron udara negara Yahudi itu membombardir konvoi alat berat di Jamraya, dekat dengan perbatasan Suriah dan Lebanon. Israel menduga aktivitas transfer senjata berat terus berlangsung secara terselubung.
Nasrallah menegaskan kelompoknya tidak membutuhkan senjata dari negara kerabatnya untuk kembali berperang dengan Israel. ''Sikap keras kami kepada musuh (Israel) tidak perlu melibatkan senjata sekutu-sekutu kami (Suriah dan Iran),'' ujarnya.
REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Kecelakaan yang melibatkan kendaraan militer terjadi di ruas Jalan Ajjibarang, Kabupaten Banyumas, Senin (18/2).Panser pengangkut personil jenis amfibi yang baru akan pulang ke markas setelah digunakan untuk pengamanan pemilukada Banyumas, menabrak sepeda motor. Akibat kecelakaan tersebut, pengguna sepeda motor yang terdiri dari pasangan suami isteri, meninggal dunia.
Seorang saksi mata di lokasi kejadian, Rusmadi (23 tahun) mengungkapkan, kecelakaan terjadi saat sepeda motor Yamaha bernopol R 4530 AE yang dikendarai korban hendak menyalip bus yang ada di depannya. Pada saat itulah sepeda motor korban tertabrak panser yang datang dari arah depan.
''Mungkin karena tidak tahu dari arah depan ada konvoi kendaraan militer, sehingga korban menyalip bus yang ada di depannya,'' katanya di tempat kejadian perkara (TKP), Senin (18/2).
Sebelum kecelakaan, bus yang ada di depan korban memang sempat menepi dan berhenti. Menurutnya, kemungkinan korban mengira bus tersebut berhenti karena hendak menaikkan atau menurunkan penumpang, sehingga menyalip bus. ''Padahal bus itu berhenti, karena dari arah depan ada konvoi kendaraan militer,'' jelasnya.
Akibatnya, kecelakaan pun tak terhindari. Panser amfibi yang melaju cukup kencang langsung menabrak sepeda motor korban hingga kedua korban terpental beberapa meter.
Akibat kecelakaan tersebut, pengendara motor Ahmad Sohinun meninggal dunia di lokasi kejadian. Sedangkan Rochidah, istri Sohinun mengalami luka parah. Dia pun langsung dilarikan RSU argono Soekarjo, Purwokerto. Namun di perjalanan menuju RS tersebut, Rochidah juga meninggal dunia.